Sabtu, 13 Desember 2014

catatanku

Aku hidup bukan untuk menunggumu
Sulit kuterima semua keputusan itu
Cerita KITA kini perlahan hilang tersapu oleh angin senja
Masih sangat sulit pula semuanya terlupakan olehku
Mungkin harus kubiarkan semua kenangan dan rasa ini
Dan biarkan sang waktu mengabadikan.

Senja itu aku masih duduk di bangku taman, perlahan satu persatu kenangan manis yang sempat terekam dalam ingatanku bermunculan, menampilkan semua canda dan tawa yang dulu pernah terlewatkan bersamanya. Tetesan air pun jatuh perlahan melewati pipiku seperti hujan turun yang tak bisa tertahankan.
Teringat aku akan pertama kali dia hadir dalam hidupku. Dia yang menghampiri aku dengan sejuta senyuman dan kasih sayang yang begitu mengagumkan. Kata-kata dan janji-janji cinta bermunculan dari mulut manisnya. Segudang puisi dan lagu dilantunkannya untuk mengatakan cintanya padaku. Begitu bahagia aku memiliki dirinya yang kurasa begitu tulus menyayangiku. Kubalas semua yang dia katakan dengan rasa sayang yang begitu luar biasa untuknya.
Kuingat hari-hariku lagi saat bersamanya. Semakin banyak kata rindu dan cinta yang disampaikannya, dan semakin banyak pula cintaku bertambah untuknya. Seolah hanya dengan rangkaian kata dapat meluluhkan hatiku. Saat jarak memisahkan kami, dia mampu meyakinkanku bahwa dialah lelaki terbaik yang pantas aku miliki, dialah lelaki yang akan jadi milikku dan tidak akan pernah meninggalkan aku.
Kuingat lagi saat perasaan cemburu yang pernah aku pendam hingga sekarang. Ya waktu libur itu, saat itu dia lebih memilih mengajak wanita itu pergi dari pada aku sebagai kekasihnya. Aku cemburu pada wanita itu, mengapa dia seharusnya aku ! Aku juga berada di sana saat wanita itu juga di sana. Tapi aku hanya diam dalam cemburu, diam menunggu dia memberi tau bahwa dia pernah mengajak wanita itu pergi tanpa sepengetahuanku. Hingga menunggu itu menjadi sebuah kebohongan darinya yang tak pernah dia katakan padaku.
Ingatan itu seolah membuat air mataku mengalir lebih deras. Berusaha menyekat air itu dengan jari-jariku namun tetap tak bisa, air itu malah membasahi seluruh jari-jariku. Perlahan aku tenangkan lagi diriku, kucoba kuatkan diriku saat mengingat kembali kenangan itu. Saat hatiku terasa mulai tenang, lagi-lagi muncul sebuah ingatan pahit menggoreskan luka di hati. Saat terakhir kami bersama, saat waktu benar-benar menghancurkan "KITA", menghilangkan "KITA", dan menjadikannya "AKU" dan "KAMU". Aku terus berusaha membujuknya membangun "KITA" lagi, tapi semuanya seolah sia-sia. Dia menolak dan berusaha semakin menjauh dariku.
Setelah aku sadar dari ingatan itu, dari semua kenangan itu. Seolah semuanya menyadarkan aku bahwa hubungan itu hanyalah rangkaian kata. Rangkaian kata yang tidak pernah di ikuti dengan hati. Memberi janji tanpa memikirkan apakah dia mampu membuktikan janji itu. Penyesalan yang mucul dalam diriku, penyesalan karena begitu mudah menyayangi orang yang tidak tulus mencintaiku, penyesalan menyayangi orang yang menyalahkan rasa sayang berlebihan muncul dari diriku dan penyesalan begitu menyayangi rangkaian kata.
Tapi semua penyesalan itu hampir tidak mampu sedikitpun menghapuskan rasa cintaku untuknya, goresan luka itu pun tak membuat aku membencinya. Kukatakan pada SENJA bahwa aku akan selalu mencintainya, tak peduli seberapa sakit perasaanku mencintai sang rangkaian kata.